Tuesday, January 22, 2008

PERAYAAN USANG TAHUN BARU

Pada saat menjelang akhir tahun, semua sektor formal selalu disibukkan dengan laporan-laporan tutup tahun. Sesudah, libur Natal dan Tahun Baru semua orang disibukkan dengan acara untuk memeriahkannya.

Semua institusi sekular maupun relijius bersiap menyambut kedatangan Tahun Baru dengan acara khusus. Pemerintahan, departemen, lembaga swasta, kantor, rumah ibadah, organisasi, sampai perorangan seolah disibukkan dengan perayaan itu. Apalagi pusat perbelanjaan dan pusat hiburan. Perayaan Tahun Baru adalah masa untuk menangguk untung sebesar-besarnya.
Segala daya dan upaya untuk menyajikan acara terbaik, termewah, termahal dan paling spektakuler. Semua dilakukan demi menangguk untung dari orang-oang yang tersihir oleh gemerlapnya Tahun Baru. Perayaan hura-hura itu itu menjadi sebuah medan magnet luar biasa. salah-salah orang dapat tersedot, bergumpal dengan pusaran daya tarik magnet itu tanpa tahu arah.

Tak terkecuali setiap orang berdandan dan berpenampilan klimis, mengkilat. Seolah tampilan baru itu sudah merepresentasikan kebaruan pada pergantian tahun itu. Tanpa perubahan tampilan , seakan dicap ketinggalan jaman. Ketinggalan tahun tepatnya. Orang berlomba-lomba untuk tampil beda.

Yang cukup mengherankan mengapa orang cenderung mengkotak-kotakkan waktu menjadi lama dan baru. Hakekat waktu tak kenal rupa dan bentuk. Waktu semua sama. Yang membedakan adalah pemaknaan atas perjalanan waktu itu. Pemaknaan itulah yang memiliki dinamika perasaan yang berlainan. Dinamika perasaan itulah yang membuat waktu seolah berbeda. Ada masa senang. Ada masa sedih. Ada masa penuh penyesalan. Ada masa penuh optimisme dan harapan. Ada pula masa kegagalan.

Media berlomba menyajikan kaleidoskop tahun lama. Mereka memotret peristiwa-peristiwa menonjol dalam setahun. Para analis pun berlomba memprediksi bidang-bidang politik, ekonomi, sosial, budaya di tahun mendatang.

Tak terkecuali para peramal juga kebanjiran order untuk memaparkan hasil terawang spiritual mereka tentang apa yang akan terjadi. Tak terhitung para aktris, aktor, penyanyi pun kebanjiran order untuk meramaikan panggung hiburan. Pundi-pundi mereka pun makin menggelembung.

Tapi apa yang sesungguhnya mereka sampaikan di awal tahun? Akankah itu membuat perbedaan dan mengubah perjalanan sang waktu? Kalau dicermati, apakah benar acara-acara wah untuk merayakan tahun baru itu sudah menjadi tradisi. Artinya ini sudah berlangsung lama. Dan peristiwanya pun tak jauh beda dari tahun-tahun sebelumnya.

Kalau demikian, bukankah kita hanya mengulang sebuah perayaan? Merayakan kembali yang sudah usang dari hidup. Toh dekadensi moral tak akan serta merta menajdi lurus seiring bergantinya tahun. Orang jahat tidak serta merta menjadi baik setelah tahun baru. Keterpurukan ekonomi juga belum tentu meningkat setelah memasuki tahun yang baru. Orang bermental korup pun juga belum tentu mau berubah total seiring pergantian tahun. Resolusi akhir tahun juga akan selalu terulang setiap akhir tahun, tanpa hasil resolusi yang diimpikan.
Rentang tahun terlalu panjang untuk membuat suatu perbaikan. Tanpa dilandasi perubahan setiap detik dari hidup kita, mustahil perubahan setiap tahun akan terjadi.

Merayakan setiap detik untuk perubahan yang baru mungkin lebih aktual. Perayaan detik baru tidak harus identik dengan hura-hura, pesta, mabuk-mabukan. Perayaan penuh kemeriahan justru lebih sering berakhir pada kehilangan kesadaran untuk berubah ke arah yang lebih baik. Waktu dan pola hidup yang lama akan terus terulang. Kecuali ada perayaan detik baru yang membawa kebaruan.

Apakah kita mau menjadi baru di setiap detik di depan kita? Yang lebih mendasar adalah bukan lama dan barunya tahun melainkan sikap hati dan kemauan untuk menjadi semakin baik setiap saat, setiap detik hidup kita. Itulah makna kebaruan sesungguhnya.

No comments: